Senin, 07 Mei 2012

VESAK 2556 BE " Sebuah Ritual, Perayaan atau Wisata??"


Waisak 2556 BE yang jatuh 6 Mei 20012 memang sudah lama dibicarakan orang, ramai, banyak kawan saya sudah merencanakan akan hadir di acara itu, beberapa tamu Ransel Munajat pun hanya menginap untuk transit kemudian pagi harinya sudah sibuk berangkat ke Borobudur. Hari Waisak sendiri diambil dari bahasa Pali "Wesakha" terkait dengan "Waisakha" bahasa Sanserkerta yang berarti "Hari Budha". Vesak orang Malaysia, Singapore dan Srilanka namakan, orang Thailand menyebutnya "Vishaka Bucha" lalu "Visakah Puja" dan Buddha Purnima" kata orang India bilang, merupakan peringatan 3 peristiwa suci dari sang Buddha karena ke tiga nya terjadi saat Purnama.

1. Lahirnya Pangeran Sidharta di taman Lumbini pada 623 SM.
2. Pangeran Sidharta mencapai penerangan Agung dan  menjadi Buddha di Bodhgaya pada usia 35 tahun  tahun 588 SM.
3. Buddha Gautama "Parinibbana" atau wafatdi Kusinara pada usia 80 tahun 543 SM.

poto by Ardian Firdaus


Saya sengaja mengendarai sepeda motor untuk mencapai lokasi Borobudur dengan alasan akan repot dan macet jika memakai mobil dan akan ribet lagi kalau naik transportasi umum. Sambutan hujan lebat menemani perjalanan kami sampai lokasi kami menginap Rumah Seni Elo Progo sebuah rumah seniman yang menyediakan pondok-pondok singgah untuk sesama kawannya. Kami memutuskan untuk istirahat malam itu demi menyimpan energi untuk esok hari.

poto by Adri Syah


09.00 kami menuju Candi Mendut untuk menyaksikan upacara detik-detik Waisak yang bulan ini titik Purnamanya pada pukul 10.34. Jalan sudah penuh sesak, menuju candi Mendut pun sudah ditutup garis batas polisi. Parkir 100 meter dari candi dan sambil berjalan-jalan sebentar di Monastry atau asrama para Biksu sangat menarik. Vihara Monastry yang bisanya tenang dan syahdu menjadi seperti pasar namun masih terdengar alunan- alunan mantra dari bebera ruang ibadah. lalu terlihatlah barisan para Biksu berjalan dari sebuah komplek menuju ke pusat upacara di Candi Mendut.


Detik-detik Waisak pun dimulai, semua ummat Budha berkumpul dalam tenda, di tenda utama duduk berbaris para Biksu dari berbagai negara, baru di belakang baru sampingnya ummat Budha khalayak ramai itupun ada banyak juga yang dari luar negeri. Saya berkesempatan berada di belakang tenda para Biksu, ikut ambil posisi duduk bersila dengan sikap meditasi. beberapa perwakilan sekte membacakan mantra masing masing, dimulai dari Mahayana, Therevada dan seterusnya dan bebrapa Bante (sebutan ketua Biksu) dari Nepal, India, Thailand dan China dengan bahasa masing-masing.


                                                                                 

Setelah merituali detik-detik Waisak selesai para Biksu disertai ummatnya pun mulai beranjak berjalan menuju candi Borobudur, saya lihat tahun ini mereka tidak berjalan dalam satu barisan, banyak yang sudah berjalan kaki mendahului, dengan membawa bunga sedap malam untuk sesaji dan akan dibawa pulang sebagai berkah " Kami punya harapan supaya hidup menjadi bahagia, tentram, harum dan bersih sebersih dan sewangi putih kembang ini..." kata seseorang yang saya tanya mengenai kembang itu. Terakhir ternyata ada barisan yang sangat meriah yaitu arak-arakan para Biksu yang membawa Air Suci yang diambil dari sumber air Jumprit Temanggung dan Api abadi Mrapen dari Grobogan Purwodadi. Arak-arakan itu berjalan sepanjang 3,5 km menuju Candi Borobudur. Sesampai Candi, mereka berpencar menurut sekte mereka masing masing, dan melakukan doa bersama di tenda-tenda sekte yang sudah disediakan d pelataran Candi Borobudur dan dengan altar berisi sesaji juga patung sang Budha masing-masing.

Pukul 18.00 kami berkumpul di pelataran candi sebelah utara, jalan menaiki pelataran namun tanpa tangga, di hadapan kami terlihat panggung besar dengan altar yang cukup luas dan patung Budha yang paling besar.

poto by Nurdiyansah Dalijo
Di sinilah puncak acaranya. berjalan mengelilingi candi sebanyak 3 kali (Pradakshina) dan pelepasan lampion sebagai simbul menerbangkan harapan dan cita-cita. Acara dimulai dengan banyak urutan program, dari sambutan, membaca mantra dari semua sekte (termasuk yang dari luar negeri) dan paduan suara dari remaja Budha. Sebelum Pradakshina  kami diajak bermeditasi... dan memusatkan hati untuk menggeserkan hujan dan awan tebal... sungguh ajaib beberapa menit kemudian langit menjadi cerah dan bulan purnama yang malam itu adalah "Super Moon" kelihatan begitu cerah dan besarnya.

Budha-Purnama-Borobudur
Setelah Pradakshina dilakukan, lalu mulailah acara yang ditunggu banyak orang, pelepasan lampion. Lampion disediakan panitia dengan mengganti sumbangan sosial Rp. 100.000,- per lampionnya. banyak yang tertarik menrbangkan lampion berdasarkan harapan yang dipegangnya. Nah diacara ini sangat kelihatan ternyata banyak sekali para turis asing maupun lokal (di luar ummat Budha). Saya melihat beberapa orang  yang datang di acara ini untuk mengambil kesempatan pengambilan foto pre wedding. Banyak perempuan yang memakai baju terusan berbahan katun putih ala Cut Mini juga laki-laki botak berkemeja katun ala ala Film "Arisan 2"


Pelepasan lampion dimulai dari para Biksu di atas panggung, setelah semua lampion terbang, kemudian giliran para ummat dan peserta yang ada di  depan panggung. Panitia menyediakan 1000 lampion.
Sungguh memang Waisak adalah sebuah acara ritual, perayaan sekaligus menjadi wisata (religi) yang sedang di "sukai" bangsa Indonesia. Semoga Sang Budha mendengar rasa bosan dari bangsa ini yang terus dihadapkan dengan masalah-masalah kekerasan dengan alasan agama tertentu, sehingga banyak orang mememukan ketenangan di area ini. 

* Lepaskanlah Lampionmu sambil melepaskan rasa amarah, iri dengki dan nafsu yang tidak bermanfaat (ibu Hartati : ketua Walubi sekaligus ketua panitia)
* "sudahkah kamu melakukan perbuatan baik hari ini.?" (kata Bante dari Amerika untuk menggantikan sapaan "selamat Pagi" ) 

Borobudur temple

(uki Ronodirjo) 08 Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar