Lagu 'Smooth Operator' nya Sade masih terdengar sayup-sayup di ruangan yang agak remang itu. Tangan kuatnya masih memegang salah satu buku catatan jurnalnya. Sesekali dipandanginya. Dibuka- buka halamannya. Kadang terlihat wajahnya tersenyum, kadang mengernyitkan dahi. Buku-buku jurnal itu mulai ditulisnya sejak 20 tahun yang lalu. Semua peristiwa, cerita dan pengalaman-pengalaman baru dalam hidupnya tercatat rapi di situ. Mas selalu membawa buku jurnal itu ke manapun dia pergi. Buku itu kadang basah terciprat air atau terlipat entah sampai bagaimana bentuknya. Akhirnya warna sampulnya menjadi kumal. Nah karena itulah dia namakan buku kumal.
Mas ingat kata-kata sahabatnya. "Mungkin sudah saatnya Mas mengahiri dan menutup buku kumal itu. Ganti dengan buku baru-lah mas, kasih nama baru, biar suasana hati juga menjadi baru!". Kata sahabatnya itu menyarankan. Dwi nama sahabatnya itu. Mereka saling berkenalan kira-kira empat tahun yang lalu, dilantarkan oleh sebuah sosial media. Mas sebenarnya sangat mengagumi Dwi karena kecerdasannya, keterampilannya menulis juga opini-opininya. Kadang Mas senang mendengar banyak informasi baru dari buku-buku yang sedang dibaca oleh Dwi. Begitu pula Dwi senang mendengar cerita-cerita tentang kehidupan Mas. Dari situ mereka menjadi cocok dan sering bertemu. Kulineran atau Ngopi di tempat-tempat unik adalah kesenangan mereka berdua, atau sekedar naik sepeda motor blusukan ke desa-desa dan berenang di sumber mata air. Dwi tinggal bersama Drew, pasangannya. Mereka sudah satu tahun hidup bersama. Beberapa kali Dwi mengajak Drew berkunjung ke rumah Mas, sesekali mereka makan malam bertiga. Mereka bersahabat.
Segalas kopi Wamena di atas meja mulai berkurang panasnya. Tangan kuat itu menjangkaunya kemudian perlahan diarahkan ke bibirnya lalu diseruputnya. " Masih lumayan hangat". Katanya dalam hati. Buku-buku kumal mulai disusun menjadi satu tumpukan rapi. Diangkatlah tumpukan buku itu lalu dimasukkan ke dalam sebuah lemari kaca di dalam kamarnya. "Selamat tinggal buku-buku kumalku, kalian akan aman di sini". Mas berkata dalam pikirannya. Mas akhirnya setuju dengan saran Dwi. Sore itu telah diputuskannya menyimpan semua buku kumalnya. Dia akan memulai dengan catatan baru di tahun baru nanti. Mas juga memutuskan untuk mulai perjalanan baru dengan harapan yang baru pula. Kisah lama biarlah tertinggal di belakang sana. Kisah yang sangat mendera perasaannya sudah siap ditinggalkan. Tidak akan mengganggu pikirannya lagi. Mengikhlaskan kisah-kisah yang memang ingin pergi meninggalkannya,
Suara Sade terdengar sayup-sayup dengan lagunya 'Send Me Some One to Love'. Mas duduk di kursi kayu terasnya. Tangannya masih memegang segelas kopi Wamena. Matanya memandang dedaunan di taman depan rumahnya. Entah apa yang ada di dalam benaknya. Tentang Buku Kumalnya atau lagu 'Send Me Some One to Love'nya Sade yang sarat dengan harapan itu. Namun yang jelas Mas sedang menyematkan harapan-harapan baru di senja itu.